Senin, 24 Juni 2013

Kiat memilih Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK)

Masa pensiun adalah situasi di mana penghasilan keuangan kita mengalami masa pacekik dan turun drastis karena biasanya fasilitas gaji dan tunjangan jabatan yang tinggi sudah tidak diperolehnya lagi.
Oleh karena itu masa pensiun adalah masa 'momok' yang menakutkan dianggap sebagian besar masyarakat kita karena ketidaksiapan menghadapi situasi yang tidak menentu pada saat purna pensiun.

Sangat penting sekali memiliki program dana pensiun sendiri secara maksimal pada saat ini di mana biaya hidup semakin tinggi dan jaminan hari tua yang tidak bisa diandalkan 100% akan mencukupi kebutuhan hidup.
Bagi orang awam yang akan memilih program dana pensiun untuk pribadi dan keluarganya maka ada beberapa hal yang bisa dilakukan supaya memberikan manfaat maksimal.

Pencanangan program dana pensiun di Indonesia secara luas didukung oleh kebijaksanaan pemerintah melalui UU No. 11 Tahun 1992 mengenai pembentukan Dana Pensiun. Sehingga hak memperoleh dana pensiun tidak hanya untuk pegawai negeri saja tetapi merupakan hak semua pekerja baik menjadi karyawan atau bekerja secara mandiri (wiraswasta). Melalui UU tersebutlah timbul pembentukan DPPK (Dana Pensiun PemberiKerja ) dan DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan).


Yang pertama dikenal dengan nama Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) adalah jenis lembaga dana pensiun dari suatu perusahaan yang khusus memberikan jasa dan fasilitas dana pensiun bagi karyawan perusahaan tersebut. Perusahaan tersebut bisa berbentuk swasta ataupun non swasta.

Yang kedua yaitu Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) merupakan lembaga badan hukum berbentuk PT yang mem-punyai tanggung jawab untuk menjalankan program manfaat pensiun bagi nasabah atau anggotanya. Jenis Lembaga Dana Pensiun ini diIndonesia banyak didominasi oleh perusahaan asuransi di samping jenis perbankan.

Bagaimana memilih?

Dua hal besar layak dipertimbangkan dengan matang calon peserta dalam memilih DPLK. Pertama, produk DPLK itu sendiri. Calon peserta harus melihat dan mempertimbangkan produk DPLK dengan jeli dan teliti. Amati program yang ditawarkan.

Seberapa jauh programnya mampu mengiringi perubahan hidup peserta. Misalnya, suatu periode tertentu peserta individual harus berhenti dari DPLK karena terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Mampukah program yang disodorkan juga memberikan program perlindungan atau proteksi selain pendapatan yang optimal.
Kita ambil contoh, peserta individual berhenti karena ia menderita cacat dalam bekerja sehingga tidak mampu lagi mengiur (membayar iuran) DPLK. Seberapa jauh peserta dapat bebas menempatkan dananya atau menentukan pilihan investasi?
Peserta dapat memilih investasi pada deposito, saham atau obligasi. Namun, hal itu tergantung pada perusahaan tempat dana pensiun kita percayakan. Contoh, DPLK Bank BNI hanya menawarkan dua jenis investasi, yakni deposito dan obligasi yang tercatat di Bursa Efek Indonesia dengan berbagai paket (a) 75% deposito dan 25% obligasi, (b) 65% deposito dan 35% obligasi, (c) 50% deposito dan 50% obligasi, (d) 100% deposito.
Sebagai informasi ringkas, secara umum tingkat suku bunga deposito lebih rendah dari obligasi. Dengan demikian, kalau peserta A memilih paket investasi (a) akan menerima akumulasi pengembangan lebih kecil dibandingkan dengan peserta B yang memilih paket investasi (b) atau (c) dengan jumlah iuran dan waktu kepesertaan sama.

Apakah peserta bisa mengubah jenis investasi? Tentu! Peserta diberi waktu 30 hari untuk mengubahnya sebelum tanggal yang dikehendaki.
Jangan lupa bahwa peserta menanggung segala risiko kerugian yang timbul dari perubahan tersebut. Maksudnya, semula peserta memilih investasi paket (c) lalu mengubahnya menjadi paket (d) karena tertarik ramalan bahwa tingkat suku bunga deposito akan bergerak naik. Ternyata setelah itu tingkat suku bunga deposito malah terjun bebas, ya, itu menjadi risiko peserta sepenuhnya. Ingatlah, tidak ada investasi tanpa risiko!

Di samping itu, sejauh mana keluwesan program itu mampu menjamin kebutuhan peserta yang barangkali berubah. Tak kalah pentingnya, sejauh mana program itu mampu menjamin keamanan dana atau uang peserta. Karena itu, peserta tidak perlu ragu-ragu menanyakan segala sesuatu mengenai hal tersebut, termasuk hak apa saja yang bakal diterima. Sebaliknya, peserta juga wajib mengetahui segala kewajiban peserta DPLK. Lebih penting lagi, apa saja manfaat pensiun yang bakal diperoleh nantinya. Itu semua sangat bermanfaat untuk memberikan bayangan kepastian di masa depan bagi peserta. Kepastian kehidupan pasca pensiun akan tetap dapat berjalan dengan wajar dan lancar.

Sejatinya, yang paling menarik dari DPLK adalah dana pensiun menjanjikan manfaat pensiun seumur hidup dalam bentuk anuitas dari perusahaan asuransi jiwa. Benar? Dengan kalimat lain, kalau peserta meninggal, nantinya manfaat pensiun akan diberikan kepada janda atau duda dan seterusnya sampai dengan anak terkecil berusia 25 tahun atau sudah menikah atau sudah bekerja. Ini dimungkinkan karena peserta nantinya wajib menentukan pilihan bentuk anuitas seumur hidup dan perusahaan asuransi jiwa penyelenggara anuitas selambat-lambatnya tiga minggu sebelum usia pensiun normal.

Kedua, informasi pokok mengenai penyelenggara produk DPLK. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:

  1. Reputasi. Faktor ini amat penting untuk dicermati lebih lanjut. Peserta sudah semestinya menggali berbagai informasi untuk mengetahui reputasi perusahaan yang menyelenggarakan DPLK, bank maupun perusahaan asuransi jiwa. Kalau pernah mendengar reputasi yang kurang baik atau negatif mengenai penanganan DPLK, segera urungkan niat untuk bergabung dengan mereka.
  2. Manajemen. Jangan segan-segan menanyakan manajemen perusahaan tempat dana pensiun akan dikembangkan. Cermati, apakah ada anggota komisaris dan direksi yang patut diragukan. Kalau OK, telusuri kinerjanya lebih lanjut. 
  3. Kinerja perusahaan yang mengelola DPLK. Hal ini cukup sulit utuk dilakukan. Lalu bagaimana kiatnya? Cari informasi mengenai laporan keuangan terakhir. Untuk bank, amatilah berapa besar kecukupan modalnya
(capital adequacy ratio/CAR) dengan minimal delapan persen. Liharlah rasio imbal hasil atas modal disetor (return on equity/ROE) dengan cara laba bersih (net income) dibagi modal disetor (equity). Rasio ini yang bergerak antara 10-20 persen sudah relatif bagus. Demikian pula imbal hasil atas aset (return on assets/ROA) dengan cara laba bersih dibagi total aset. Rasio tersebut yang bergerak mendekati 1,5 persen sudah relatif baik. ROE lebih besar dari ROA. Kedua rasio ini untuk mengetahui seberapa besar bank mampu menghasilkan imbal hasil, keuntungan memuaskan.

Untuk perusahaan asuransi jiwa, periksalah tingkat solvabilitas (risk based capital/RBC) sekurang-kurangnya 75 persen (sejak akhir 2002 sampai dengan akhir 2003). Mulai akhir 2004, perusahaan asuransi wajib memiliki batas tingkat solvabilitas sekurang-kurangnya 120 persen untuk perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas.
Hal ini untuk mengetahui sejauh mana perusahaan asuransi jiwa tersebut mampu “meredam” risiko kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dari deviasi dalam pengelolaan kekayaan dan kewajiban. Hal ini sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor 481/KMK.017, tanggal 7 Oktober 1999 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.

Memantau kinerja

Sewajarnya peserta mau ikut melakukan pemantauan terhadap kinerja perusahaan tempat dananya disimpan untuk dikembangbiakkan. Bank Indonesia telah menyediakan situs www.bi.go.id untuk memantau laporan keuangan suatu bank. Hal ini dapat pula dipantau melalui berbagai media cetak setiap triwulan. Begitu pula dengan perusahaan asuransi.

Setiap peserta nantinya akan memperoleh Buku Dana Pensiun yang mirip buku tabungan dan Buku Peraturan Dana Pensiun. Setiap saat peserta individual dapat mengetahui akumulasi iuran dan akumulasi pengembangannya dengan mencetak buku dana pensiun tersebut.
Peserta kolektif melalui perusahaannya akan menerima laporan keuangan, antara lain memuat akumulasi iuran dan pengembangan per triwulan.

Kalau sekiranya timbul perselisihan antara peserta (nasabah) DPLK dan manajemen penyelenggara DPLK yang tidak bisa diselesaikan secara bilateral, perselisihan akan dibawa ke Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) untuk mencapai penyelesaian lebih lanjut. BANI akan bertindak sebagai wasit untuk menyelesaikan semua perselisihan.

Dengan membayar iuran “hanya” sekitar Rp 25.000, setiap orang sudah bisa ikut program DPLK. Dengan mengetahui segala hak dan kewajibannya secara jelas, sangat diharapkan peserta merasa tenteram dalam menanamkan masa depannya di DPLK.

Paul Surayono Pengamat dan Praktisi Perbankan